Agatha berjalan sendirian lagi sepanjang koridor. Kepalanya menunduk, dengan wajah lesu. Kemana ya, Agatha yang riang saat berbicara bareng Erik tadi? Ternyata dia kesepian ga ada Gavin, Kyla, dan Dewa. Tapi, kesepian Agatha kayaknya nggak lama, soalnya cowok cakep yang bikin dia sendirian udah nongol di sampingnya. Cuma si Agatha sendiri yang ngggak nyadar.
“Hai, Agatha!” sapa Gavin tersenyum.
“Dari mana? Katanya mau nemenin aku?”
“Sorry, Agatha. Aku kan mau ikut KEJURNAS. Jadi latihannya lebih diintensifkan. Tapi, sekarang udah selesai, kok. Aku bakalan nemenin kamu,” kata Gavin sambil mengelus rambut sahabatnya sejak SMP itu..
“Gavin gitu, deh. Lebih mentingin taekwondo dari pada aku!” Agatha berjalan meninggalkan Gavin yang tak menyangka Agatha akan bicara seperti itu.
“Kok Agatha ngomong kayak gitu, sih? Bukannya gitu, Agatha sayang. Gavin latihan taekwondo supaya di KEJURNAS nanti, Gavin bisa tampil hebat. Siapa tahu Gavin menang, bisa keluar negeri. Agatha ngerti, kan?”
“He.. he.. Bercanda, kok. Gak mungkin lah, aku ngambek cuma gara-gara ginian. Agatha ngerti kok.”
“Huh, kirain kamu serius ngambeknya!”
“Emang kamu mau, aku ngambek beneran?”
“Jangan!!!” seru Gavin sambil mengacak rambut Agatha.
“Vin, ntar pualng sekolah, kamu mau nggak nemenin aku?”
“Untuk Agatha, apa sih yang nggak? Emangnya Agatha mau ditemenin kemana, sih? Tumben banget minta ditemenin.”
“Ke kolam renang sekolah. Mau ya?”
“Boleh aja, asal nggak lama. Soalnya ntar sore aku latihan taekwondo lagi.”
“Latihan Taekwondo lagi???” Agatha siap memprotes.
“Agatha, aku mau......”
***
Di kolam renang...
“Kita mau ngapain, sih, Agatha? Panas-panas gini ke kolam renang! Nggak ada tempat lain buat nge-date, ya?” protes Gavin.
“Diem dulu, kenapa, sih? Katanya tadi mau aja nemenin. Lagian, siapa juga yang mau nge-date? Aku ke sini karena janjian sama si Erik. Katanya dia mau ngebocorin siapa cewek yang dia suka selama ini! Yang bikin dia nolak cewek-cewek yang naksir sama dia!”
“Terus, aku sembunyi di mana? Masak aku ngekor kamu terus? Ntar nggak enak, lagi!”
“Kamu sembunyi di semak-semak itu aja. OK? Aku pergi dulu!” bisik Agatha
Agatha berjalan menuju kolam renang. Nampak olehnya Erik sedang duduk gelisah di bawah pohon dekat kolam renang. Celingak-celinguk dan terus melongok jam tangannya. Seperti sedang menunggu seseorang.
“Udah lama, Rik?” sapa Agatha membuat Erik kaget setengah mati setengah hidup.
“Kak Agatha?” kata Erik terkaget-kaget.
“Mana cewek yang kamu bilang itu? Cewek yang bikin kamu dalam penantian?” Agatha celingak-celinguk ke sana ke mari.
“Hmm, Kak Agatha nggak bakalan marah, kan, kalo tau orangnya siapa?” tanya Erik hati-hati. Mukanya memerah.
“Ngapain juga aku marah?”
Erik berlutut dan meraih tangan Agatha
“Erik? Kamu ngapain, sih?” tanya Agatha risih.
“Orang itu... Kak Agatha. Kak Agatha, udah lama aku suka sama Kakak. Tapi, aku sama kayak Kak Fredo, terlambat menyatakan perasaan.” Katanya pelan.
“Kamu... Nggak mungkin! Kamu cuma bercanda, kan, Rik? Lagian, kamu tau dari mana Fredo suka sama aku, dari mana kamu tau, kalo Fredo juga telat nembak aku? Jangan-jangan kamu...” Agatha terkejut setengah mati sekaligus emosi. Ia menoleh ke belakang, ke tempat Gavin. Ternyata Gavin udah nggak ada.
“Aku ada di Lab, saat itu. Maaf aku lancang mendengar percakapan Kak Agatha dan Kak Fredo. Kak, aku mohon, aku harap jawaban Kak Agatha berbeda dengan jawaban Kak Agatha ke Kak Fredo tadi pagi. Aku serius banget suka sama Kakak!” kata Erik, masih saja pelan. Wajahnya penuh pengharapan.
“Maaf, aku tetap nggak bisa, Rik. Aku baru aja putus dari Yovan, aku nggak mau pacaran dulu. Aku nggak mau orang lain ikut-ikutan sakit hati! Karena aku tau, pasti orang itu bakalan jadi pelampiasanku yang hatinya masih bimbang. Maafin aku, Rik. Aku harap kamu ngerti. Aku belum mau pacaran lagi.” Jawab Agatha lembut. Menarik Erik untuk bangkit dari berlututnya.
“Tapi, aku suka sama Kak Agatha...” katanya lirih.
“Rasa yang kamu rasakan ke aku itu bukan rasa suka suka, Rik. Tapi hanya rasa kagum dan simpatik ke aku. Lagipula, aku tuh, kakak kelas kamu. Lebih baik kamu cari gadis yang sebaya atau yang lebih muda dari kamu. Jangan yang lebih tua dari kamu. Aku udah nganggap kamu adik aku sendiri. Ngerti?”
“Iya...” cuma itu jawaban Erik.
“Aku pulang dulu, Gavin udah ninggalin aku, deh, kayaknya. Bye!” kata Agatha meninggalkan Erik yang terdiam di pinggir kolam renang. Menghela nafas, lalu berjalan meninggalkan kolam renang.
Agatha celingak-celinguk di lapangan parkiran mencari Gavin di antara puluhan anak-anak SMA 48 yang berisik banget saat mengambil kendaraan mereka. Dan setelah hampir 5 menit mencari, Agatha menemukan Gavin sedang duduk di bawah pohon rindang di sudut lapangan parkir. Agatha bergegas menghampiri Gavin yang sedang melamun.
“Kamu kok ninggalin aku sih?” serbu Agatha.
“Aku nggak mau ganggu keromantisan kalian. Aku tau diri, kok, jadi orang!” sahut Gavin dingin dan sinis.
“Maksud kamu, apa? Jangan mulai cari masalah, ya!” Agatha jadi naik emosi.
“Aku nggak ada maksud apa-apa. Aku cuma nggak mau nge-ganggu pertemuan Romeo dan Juliet!” kata Gavin masih aja dingin.
“Gavin, maksud kamu tuh, apaan?”
“Hebat, yah? Ditembak dua cowok cakep sekaligus dalam sehari. Tapi, kok ditolak, Tha?” Gavin masih saja berkata sinis.
“Kamu tuh, makin lama makin nyebelin banget, yah?” maki Agatha lalu berlari meninggalkan Gavin dengan berurai air mata. Gavin nggak tau, perkataannya justru bikin Agatha jadi semakin marah sama dia. Dan penyesalan itu tiba-tiba menyergap Gavin saat melihat Agatha menangis di depannya.
“THA!” panggil Gavin dan berusaha mengejar Agatha. Tapi yang dipanggil tak menggubris, Agatha terus aja berlari dan menaiki taxi yang sedang mangkal di depan sekolah.
***
Hampir seminggu Agatha nggak bicara sama si Gavin. Tampaknya Agatha masih marah banget sama ulah Gavin hari Selasa kemarin. Agatha sampai pindah tempat duduk ke sebelah Faisal, cowok yang paling disebelin Gavin di kelas. Udah berkali-kali si Gavin datang menghampiri Agatha, tapi Agatha selalu aja cuek, seolah nggak ada orang di depannya.
“Tha, maafin aku udah bikin kamu marah.” Kata Gavin sambil mengulurkan tangannya untuk kesekian kalinya.
“Ichal, ke kantin, yuk? Aku lapar, nih!” kata Agatha tak menggubris Gavin yang jelas-jelas ada di hadapannya.
“Yuk, traktir aku ya?” seru Ichal.
“Tha, aku minta maaf!” Gavin berdiri dan mencoba menghalangi langkah Agatha.
“Minggir, aku mau ke kantin!” bentak Agatha dingin.
“Tha, tapi...”
“Minggir, nggak?” suara Agatha yang meninggi bikin Gavin kaget dan terpaksa mengalah.
***
Pulang sekolah, di kelas XII Alam 2 sepi.
“Tha, bisa kita bicara?” Yovan menghampiri Agatha yang sedang sibuk mengerjakan tugas piket.
“Ngapain kamu ke sini?” tanya Agatha ketus.
“Tha, bisa nggak kita bicara?” ulang Yovan.
“Ngomong aja sekarang.” Kata Agatha dingin.
“Tha, aku minta maaf. Aku tahu aku salah, bikin kamu sakit hati. Aku khilaf, Tha. Maafin aku. Aku harap, kamu mau balik lagi sama aku. Aku masih sayang sama kamu. Cuma kamu yang ada di pikiranku. Maafin aku, Tha!” Yovan jatuh berlutut di hadapan Agatha bikin Agatha jadi nggak enak hati.
Kalau mau jujur, Agatha masih punya secuil rasa sayang pada Yovan. Dulu Agatha sempat berharap, Yovan akan berlaku seperti ini, berlutut memohon Agatha untuk kembali padanya. Agatha tinggal menjawab “IYA” dan ia akan kembali menjadi pacar Yovan. Tetapi, ada sesuatu yang mengganjal di dalam dadanya. Entah mengapa, di saat apa yang dulu ia inginkan terkabul, ia justru berharap lagi yang mengatakan ini adalah Gavin, bukan Yovan. Karena yang ada di benaknya cuma Gavin.
“Maaf, aku nggak mau kamu sakitin untuk kedua kalinya, Van. Maaf, meskipun dalam hati aku nggak bisa bohong. Jujur, aku masih sayang sama kamu. Tapi maaf, aku udah kehilangan kepercayaan ke kamu. Aku nggak bisa lagi jadi cewek, kamu.” Kata Agatha sambil terisak.
“Tha, aku nggak bakalan nyakitin kamu. Kamu pegang janji aku ini,” Yovan tetap berlutut, kemudian meraih tangan Agatha.
“Janji itu udah berpuluh-puluh kali kamu ucapin ke aku pas kita masih pacaran dulu. Tapi apa yang terjadi, Van? Kamu ngehianatin aku dengan minta putus, kamu nyakitin aku dengan pacaran sama cewek yang kamu bilang adik sepupu kamu. Dan sekarang kamu minta aku pegang janji kamu lagi, Van? Nggak, aku nggak mau terluka untuk kesekian kalinya karena kamu. Maaf, kita nggak bisa kayak dulu lagi, Van!” kata Agatha tegas lalu mencampakkan tangan Yovan dan kemudian meninggalkan Yovan yang masih berlutut sendirian.
Agatha berlari sepanjang koridor dan menuruni tangga dengan air mata yang terus menetes.Hatinya menjerit-jerit memanggil nama Gavin. Hatinya nggak bisa bohong, kebersamaan itu bikin Agatha tanpa sadar jatuh cinta pada Gavin. Pertengkaran dan juga permusuhan itu justru membuatnya menjadi penuh penyesalan. Tapi, apakah semua ini udah terlambat? Agatha membuat dirinya tidak lagi bisa berbicara dengan Gavin, yang mungkin akan berlanjut untuk selamanya. Agatha masih saja terus berlari dan karena setengah dibutakan oleh air mata, ia tidak melihat orang di depannya dan ...
Bruk!
“Agatha?” seru Gavin terkejut.
“Ga... Gavin...” kata Agatha nggak kalah terkejutnya. Dia buru-buru bangkit dan menghapus air matanya.
“Tha, please, jangan pergi lagi. Aku mohon sama kamu. Aku nggak bisa mikir apapun selain kamu, please, jangan marah dan benci aku!” kata Gavin lirih. Agatha shock banget ngelihat Gavin jadi kayak begitu.
“...” Agatha cuman bisa membisu.
“Sikapku tempo hari itu karena aku jealous banget ngelihat kamu diperlakukan romantis banget sama Erik. Tha, aku sayang sama kamu. Lebih dari rasa sayang dan cinta seorang sahabat, Tha. Aku tergila-gila sama kamu. Rasa itu aku pendam dari dulu, Tha. Sejak kita kelas 3 SMP dulu. Aku udah coba mengubur perasaan itu saat kamu pacaran sama Tristan, lalu kemudian dengan Yovan. Tapi aku nggak bisa, Tha. Aku terlalu sayang sama kamu...”
“Aku...”
“Aku ngerti, kok. Aku juga tahu diri. Aku ini nggak sehebat Tristan, aku juga nggak semacho Yovan, aku juga nggak secakep Fredo dan Erik. Aku ngerti kalo kamu cuman nganggap aku sahabat kamu aja,” kata Gavin lirih dan berbalik meninggalkan Agatha.
Agatha terdiam. Air mata yang ia tahan sedari tadi saat Gavin berbicara, berusaha mencari celah agar bisa menetes. Tak lama, pertahanannya bobol. Air matanya jatuh berderai, ia ingin mencegah Gavin meninggalkannya. Dengan nafas satu-satu dan wajah penuh air mata, Agatha mengumpulkan keberanian memanggil Gavin sebelum kesempatan itu hilang,
“GAVIN!!!” jerit Agatha dan suara tangisnya makin keras. Tapi Gavin tak menggubris panggilan Agatha.
“Agatha, kamu kenapa?” Kyla dan Dewa menghampiri Agatha.
“La, aku nggak mau kehilangan Gavin, aku sayang sama dia!!!” kata Agatha sesungukan.
“GAVIN!!! AKU SAYANG KAMU!!!” jerit Agatha parau.
Langkah Gavin terhenti mendengar apa yang diucapkan Agatha kepadanya. Ia sama sekali tak menyangkanya. Ia berbalik dan berlari menuju Agatha dan langsung memeluknya,
“Gavin, Agatha juga sayang sama kamu. Agatha nggak tau kapan rasa ini muncul dalam hati Agatha. Tapi yang Agatha tau, Agatha sayang sama Gavin. Persetan dengan Yovan yang ngajakin Agatha balik, Agatha cuman sayang sama Gavin!” Agatha terisak dalam pelukan Gavin.
“Aku sayang kamu, Agatha. Aku janji nggak bakalan bikin kamu sakit hati. Taruhannya adalah nyawa aku, Tha. Aku rela kamu bunuh kalo aku tega bikin kamu sakit hati.” Gavin berkata sungguh-sungguh.
“Tha, Aku harus pergi,”
“Kemana? Jangan pake acara pindah-pindahan dong. Aku kan sudah bertekuk lutut sama kamu, masa kamu mau ninggalin aku?” Agatha cemberut menatap Gavin.
“Tapi aku harus pergi, Tha. Aku harus berangkat ke Thailand minggu depan...” Gavin berkata dengan nada sedih.
“Kamu mau ngapain ke sana?” air mata Agatha kembali meleleh.
“Hei, jangan nangis lagi, dong! Aku ke sana buat ikut Kejuaraan Internasional Taekwondo...” kata Gavin sambil menghapus air mata Agatha.
“Emang kamu menang waktu di KEJURNAS? Kok nggak kasih tau ke aku?”
“Ya, gimana aku mau kasih tau, Agatha sayang, kalo kamunya lagi marah sama aku?” kata Gavin mesra sambil menarik hidung Agatha pelan.
“Ehm, iya deh, yang baru jadian. Dunia serasa milik berdua, yang lain pada ngontrak aja...” gurau Dewa sambil geleng-geleng kepala.
“HA... HA... HA... Aku kan udah bilang, Tha, seorang teman atau sahabat bisa aja berubah status jadi pacar,” kata seseorang dari balik pintu kelas, tampaknya ia menyaksikan segalanya..
“Fredo? Sejak kapan kamu di situ?” tanya Agatha salah tingkah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar